pdi-ppdi-p

Berita mengenai Presiden Joko Widodo yang memutuskan untuk meninggalkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) telah menjadi sorotan utama  pada hari Minggu, tanggal 29 Oktober 2023.

Tak hanya itu, artikel yang membahas alasan mengapa PDI-P tidak mengambil langkah sanksi terhadap Gibran Rakabuming Raka, yang telah diumumkan sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto, juga mendapatkan perhatian tinggi dari pembaca.

Selain itu, artikel yang mengulas klaim PDI-P tentang pemberian hak istimewa yang besar kepada Presiden Jokowi, yang pada akhirnya memutuskan untuk meninggalkan partai tersebut, juga menjadi salah satu topik yang paling banyak dibaca. Simak uraian selengkapnya di bawah ini.

  1. Hasto Kristiyanto: Awalnya Akar Rumput PDI-P Ragukan Keputusan Jokowi Keluar dari Partai

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto, mengungkapkan bahwa pada awalnya, anggota partai hingga tingkat akar rumput meragukan kemungkinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan meninggalkan partai yang telah memainkan peran besar dalam membesarkan namanya. Pernyataan ini disampaikan oleh Hasto Kristiyanto dalam sebuah keterangan tertulis kepada media pada hari Minggu, tanggal 29 Oktober 2023.

“Ketika Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling dasar, banyak yang awalnya tidak mempercayai bahwa hal ini dapat terjadi,” kata Hasto Kristiyanto. Namun, Hasto menegaskan bahwa dengan situasi yang terjadi saat ini, PDI-P merasakan kesedihan yang mendalam.

  1. Politikus PDI-P Aria Bima Menjelaskan Alasan Tidak Memberikan Sanksi pada Gibran: Mencegah Keributan dan Peran Sebagai Korban

Politikus senior PDI-P, Aria Bima, mengungkapkan bahwa partainya telah memutuskan untuk tidak mencopot keanggotaan Gibran Rakabuming Raka, putra dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), dari partai tersebut. Keputusan ini diambil dengan tujuan menghindari terjadinya kontroversi dan menjadikan partai sebagai korban dalam situasi tersebut. Status keanggotaan Gibran di PDI-P menjadi sorotan karena ia secara resmi telah diumumkan sebagai calon wakil presiden (Cawapres) yang akan mendampingi Prabowo Subianto, sementara PDI-P mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Baca Juga  5 Sumber Penghasil Kekayaan Raffi Ahmad, Segini Total Kekayaannya!

Dalam wawancara dengan Kompas Petang yang disiarkan di Kompas TV pada Sabtu, tanggal 28 Oktober 2023, Aria Bima menyatakan, “Kami memilih untuk tetap tenang dan tidak ingin masalah ini menjadi sumber konflik, seolah-olah kita dipaksa oleh media untuk mengambil tindakan tegas terhadap Gibran.” Aria juga menyatakan keberatannya terhadap upaya sejumlah pihak yang terus mendorong reaksi dari Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, dan Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, terkait pemecatan Gibran.

  1. PDI-P Merasa Sedih, Meski Telah Memberikan Keistimewaan kepada Jokowi, Namun Ditinggalkan

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sedang mengalami kesedihan yang mendalam akibat keputusan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), untuk meninggalkan partai tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto, melalui pernyataan tertulis yang disampaikan kepada media pada hari Minggu, tanggal 29 Oktober 2023. Hasto Kristiyanto mengungkapkan, “Partai PDI Perjuangan saat ini tengah merasakan kesedihan yang mendalam, hati yang terluka, dan kami berserah kepada Tuhan dan Rakyat Indonesia mengenai peristiwa yang sedang berlangsung.”

Hasto juga menyoroti kenyataan bahwa sebagian besar anggota partai, termasuk akar rumput PDI-P, memiliki keyakinan bahwa salah satu kader terbaik mereka bersedia untuk meninggalkan Partai Banteng yang telah berperan besar dalam membesarkan namanya.

Ketua DPP Partai Perindo: Program Gibran Bukan Inovasi Baru, Rakyat Tak Tertarik

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Perindo, Yusuf Lakaseng, menilai bahwa sebagian besar program yang disampaikan oleh calon wakil presiden (Cawapres) 2024, Gibran Rakabuming Raka, telah ada dalam era pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Menurut Yusuf, ini menunjukkan bahwa putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak sepenuhnya memahami program-program yang telah dijalankan oleh ayahnya, Presiden Jokowi.

Baca Juga  KPU Menunggu Panggilan Sidang Tentang Gugatan Senilai Rp 70,5 Triliun Terkait Pendaftaran Gibran

Beberapa program yang sebelumnya diungkapkan oleh Gibran antara lain, Dana Abadi Pesantren, Kartu Indonesia Sehat untuk Orang Lanjut Usia (KIS Lansia), dan Kartu Anak Sehat. “Dari perspektif ini, kami memiliki keraguan terhadap kapasitasnya, yang tampaknya belum sepenuhnya kompeten. Oleh karena itu, mungkin bukan saat yang tepat bagi Gibran untuk menjadi seorang calon wakil presiden,” ungkap Yusuf di Jakarta pada hari Sabtu, tanggal 28 Oktober.

gibran keluar dari pdip-p
gibran keluar dari pdip-p

Yusuf menyatakan perbedaan dengan program-program yang ditawarkan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yang dianggapnya sebagai inovatif, solutif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat hingga pada tingkat akar rumput. “Program andalan Ganjar-Mahfud meliputi inisiatif seperti ‘satu desa, satu dokter, satu puskesmas,’ peningkatan pendidikan hingga menciptakan sarjana dari keluarga miskin, serta peningkatan gaji guru,” tambahnya.

Selain itu, pasangan ini juga memiliki program-program percepatan ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ekonomi digital. Mereka berkomitmen pada stabilitas harga bahan pokok, pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu, dan penguatan jaringan pengaman sosial. “Satu kartu identitas, yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP), akan digunakan untuk mengakses berbagai program sosial,” tutur Yusuf.

Sementara itu, Ketua Divisi Kampanye Nasional Bappilu DPP Partai Hanura, Jimmy Charles Kawengian, menganggap bahwa apa yang diperlukan oleh masyarakat saat ini adalah program-program inovatif yang secara signifikan memengaruhi kehidupan mereka, bukan program yang telah diterapkan oleh pemerintah saat ini.

Menurutnya, pasangan Prabowo-Gibran terlihat seperti menyalin dan melanjutkan program-program yang sudah ada dalam pemerintahan ayah Gibran, hanya dengan sedikit penambahan. Menurut Jimmy, ini setara dengan memberikan sentuhan akhir pada hidangan yang sudah jadi. Dalam pandangannya, hal ini menunjukkan bahwa pasangan tersebut belum mampu menghadirkan program-program yang benar-benar inovatif.

Baca Juga  Review Hp Asus Zenfone 9, Lengkap Spesifikasi dan Harga Terbaru 2023

Jimmy menekankan bahwa program-program seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) sudah mencakup berbagai lapisan masyarakat, sehingga dia bertanya mengapa Prabowo-Gibran memutuskan untuk menciptakan KIS Lansia. Menurutnya, yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah program-program baru yang dapat memberikan dampak positif kepada semua golongan, bukan sekadar mengadopsi program yang sudah ada dan menambahkan unsur-unsur kecil untuk mengubahnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, telah menyampaikan bahwa KIS Lansia sebenarnya tidak diperlukan, mengingat lanjut usia telah dimasukkan dalam program KIS yang ada saat ini. Isa menjelaskan bahwa para lansia dari keluarga tidak mampu sudah terdaftar dalam program Keluarga Harapan (PKH) atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan telah otomatis menjadi penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan.

Sementara itu, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan, Andin Hadiyanto, menjelaskan bahwa Dana Abadi Pesantren tidak dapat dipisahkan dari Dana Abadi Pendidikan. Dia menyebutkan bahwa Dana Abadi Pendidikan saat ini memiliki alokasi sebesar Rp 106,1 triliun. Dari total dana abadi yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), sebesar Rp 134,1 triliun telah dicairkan. Untuk pesantren, belanja tahun ini dialokasikan sebesar Rp 250 miliar.